Yuk Bantu Menciptakan Kawasan Tanpa Rokok dan Menekan Jumlah Perokok Anak!




" Sedih dan miris, dua kata yang ada dipikiran saya saat melihat video viral anak-anak yang merokok di twitter"

Ya, beberapa waktu lalu video anak-anak seumur sekolah dasar merokok dengan santai sempat viral di twitter. Sedih bukan main karena dalam video tersebut ada orang dewasanya pula namun seakan tak peduli dengan apa yang dilakukan anak-anak tersebut. Miris, dimana reply warganet pada video tersebut seakan menganggap lelucon dan menganggap biasa melihat anak-anak merokok.

Sebagai orang tua saya sedih melihatnya, ketika diberbagai kota berlomba-lomba menciptakan kawasan anak bebas rokok tetapi pada video tersebut di depan rumah sendiri membiarkan anak-anak merokok tanpa melarangnya. Tak hanya di video saja, jujur saya pun pernah melihat sekumpulan anak-anak yang sedang merokok tapi tidak bisa melarang mereka karena saat ini saya sedang berkendara. Mungkin tidak hanya saya, kamu pun pasti sudah tidak asing lagi melihat usia-usia anak sekolah yang sedang berkumpul lagi merokok pula.

Sesungguhnya kita para dewasa tentunya pasti tahu apa saja bahaya dari rokok bahkan pada bungkus rokok saja sudah tertera jelas bahaya apa saja yang mengintai, lalu kenapa masih banyak yang merokok? Ya karena merokok membuat seseorang menjadi kecanduan. Bisa dibayangkan jika bagaimana jika sejak dini sudah menjadi adiktif rokok, bagaimana mereka dewasa nanti?.

Bahaya rokok tidak hanya mengintai pada perokok itu sendiri bahkan bagi perokok pasif (orang yang tidak merokok namun terpapar asap rokok) memiliki risiko terkena berbagai penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, kanker lambung, kanker otak, leukimia dan masih banyak lagi.

Lalu melihat banyaknya anak perokok saat ini, jadi siapa yang salah? Apa saja yang harus di perbaiki? Dan siapa yang bertanggung jawab. Jawabannya adalah kita semua orang dewasa karena seperti yang kita ketahui kalau anak-anak itu meniru apa yang orang dewasa lihat.

Ada banyak faktor kenapa saat ini banyak anak-anak dibawah usia 18 tahun sudah merokok. Melihat banyaknya orang dewasa yang merokok, lingkungan pertemanan yang salah " yang menganggap kalau merokok itu keren", melihat banyaknya iklan rokok dan masih banyak lagi.



Menurut Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas) Nasional tahun 2018 mencatat jumlah perokok anak usia 10-18 tahun meningkat mencapai 9,1 persen. Data ini saya ketahui saat melihat acara talkshow ruang publik KBR bersama Dedi Syahhendry, Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Masyarakat Desa, Perempuan dan Perlindungan Anak ( Dinsos PMD- PPA ) Kota Sawahluto, Sumatera Barat dan Nahla Jovisi Nisa, Koordinator Advokasi lentera Anak.

Dalam talkshow tersebut saya baru sadar ternyata memang selain melihat orang dewasa merokok, anak-anak juga karena mungkin sering melihat Iklan, Sponsor dan Promosi (ISP) yang sangat mudah ditemui juga. Sadar atau tidak banyak kegiatan atau acara yang juga disponsori oleh rokok.

Iklan, Sponsor dan Promosi inilah menjadi salah satu pemicu naiknya angka perokok anak. Memang benar dengan dengan ISP juga ini adalah salah satu strategi marketing perusahaan untuk meningkatkan penjualan dan sebenarnya juga sudah ada peraturan ,ada pembatasan juga mengenai Iklan, Sponsor dan Promosi hanya saja masih banyak pelanggaran nyatanya.

Lalu apakah mungkin kawasan anak bebas rokok ini tercipta? Yups mungkin contohnya saja Kota Sawahluto , Dedi Syahendry sharing mengenai keadaan Kota Sawahluto saat ini dimana pelarangan dan pembatasan iklan rokok itu diterapkan disana. Jadi pemerintah daerah memiliki peraturzn dan tindakan tegas jika masih ada reklame produk rokok di kota tersebut.

Papan reklame atau spanduk produk rokok jika terlihat atau ada yang melaporkan maka sama petugas akan langsung dicabut. Jika ada warung yang menggunakan spanduk produk rokok akan dicabut dan diganti oleh spanduk lain, keren kan? . Hal ini memang tidak mudah karena diperlukan kerjasama semua pihak dalam menerapkannya.

Tak hanya pencopotan reklame, spanduk saja untuk menciptakan kawasan anak bebas rokok, pemerintah Kota Sawahlunto juga merangkul anak-anak usia remaja ( beberapa perwakilan di setiap sekolah ) untuk menciptakan hal itu semua.

Kawasan Tanpa Rokok dan Pembatasan Iklan, Sponsor dan Promosi di Tangerang Selatan 


Sesungguhnya sudah ada peraturan daerah mengenai Pembatasan Iklan, Sponsor dan Promosi dan Kawasan Tanpa Rokok ( KTR) seperti halnya di tempat tinggal saya di Kota Tangerang Selatan. Semua peraturan dan pembatasan itu tertuang di Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 4 Tahun 2016 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

Semua hal yang menyangkut pembatasan bahkan sanksi lengkap tertuang di peraturan tersebut dan meski peraturan sudah berjalan 4 th namun pada kenyataanya masih banyak pelanggaran secara real dan terlihat jelas. Mohon maaf jika saya berbicara seperti ini karena ini lah yang masih saya temui.

Salah satu toko kelontong hanya beberapa meter dari sekolah. Dok. Pri


Tidak perlu jauh-jauh, saat ini masih banyak toko-toko kelontong yang memakai spanduk produk rokok di depan tokonya bahkan toko tersebut hanya berjarak beberapa meter dari fasilitas pendidikan atau Sekolah, maka tak heran kalau saat ini masih banyak anak-anak yang sudah mengenal rokok.

Lalu bagaimana saya dan warga sekitar menyikapi hal ini? Ya, saya sebagai warga biasa dan tidak bisa langsung mencopot spanduk tersebut, yang diperlukan disini yaitu ketegasan petugas yang mengontrol kebijakan pembatasan Iklan, Sponsor dan Promosi seperti halnya yang dilakukan oleh pemerintahan Kota Sawah Lunto.

Mudahnya mendapatkan akses rokok juga menurut saya inilah yang memicu banyaknya perokok anak. Ya tak bisa dipungkiri banyak penjual rokok kecil dipinggir jalan, warung kopi yang menjual produk rokoknya bisa dibeli anak-anak usia sekolah.



Melihat hal ini saya membayangkan sebuah drama korea dimana penjual di sebuah mini market mendapat sanksi dari kepolisian karena menjual rokok kepada anak dibawah 18 tahun. Berawal dari pembeli yang ternyata masih berstatus pelajar ini tertangkap polisi saat merokok lalu ditelusuri dimana ia membeli rokok tersebut.

Setelah ditelisik ternyata pembeli tersebut mencuri jaket seorang mahasiswa dan juga KTP mahasisswa tersebut untuk mengelabui penjual rokok.

Ya disana penjual itu wajib menanyakan KTP si pembeli rokok tersebut apakah sudah berusia 18 th atau belum. Jika terbukti menjual produk rokok dibawah anak usia 18th toko tersebut mendapatkan sanksi administrasi dan dilarang membuka tokonya sekitar 3 bulan lamanya. Mungkin kah ini diterapkan? Entahlah namun mengenai hal ini dibutuhkan kerjasama semua elemen masyarakat dan pemerintah.

Yups, Kerjasama, berawal dari lingkup kecil yaitu rumah sendiri. Saat ini sejak dulu saya memberlakukan dilarang merokok didalam rumah kepada tamu yang berkunjung. Bisanya jika tamu yang tiba -tiba menyalakan rokok saya mohon maaf ke beliau untuk tidak merokok di dalam rumah. Agak ekstrim sih tapi ini demi keselamatan ayah dan anak-anak saya. Ayah saya bukan perokok dan usianya juga sudah lanjut jadi kalau terpapar asap rokok langsung batuk-batuk gitu. Lalu mengedukasi anak-anak juga ini yang saya lakukan, saya memberikan info mengenai bahaya rokok dan asapnya. Ya, ini lah cara saya melindungi keluarga dari paparan rokok.

Saat ini yang kita fokuskan adalah perokok anak, mungkin sekedar saran dari saya seorang ibu dengan anak usia sekolah. Saya berharap bahwa instansi terkait pemerintah, pendidik atau lembaga pemerhati anak ini melakukan berbagai talkshow secara continue kepada sekolah-sekolah, memberikan edukasi bahaya rokok. Saya percaya ini cukup efektif dan mampu menekan jumlah perokok anak.

Sebagai seorang ibu dan masyarakat biasa saya berharap bahwa instansi terkait, pemerintahan dan berbagai elemen masyarakat juga saling mendukung, berkomitmen untuk menciptakan Kawasan Tanpa Rokok dan bahu membahu menekan jumlah perokok anak.


"Saya sudah berbagi pengalaman pribadi untuk #putusinaja hubungan dengan rokok atau dorongan kepada pemerintah untuk #putusinaja kebijakan pengendalian tembakau yang ketat. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog serial #putusinaja yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Indonesian Social Blogpreneur ISB. Syaratnya, bisa Anda lihat di sini "













































9 komentar

  1. aku akdang suka sedih kalo lagi di jalan banyak anak-anak yang udah ngerokok diusiana yang masih muda. mungkin itu ya pentingnya edukasi dan faktor lingkungan

    BalasHapus
  2. Memang ini problem di masyarakat kita. Rokok masih merupakan produk yang cepat laku terjual sehingga mayoritas toko menjualnya karena keuntungan yang diperoleh juga besar. Tapi di sisi lain seharusnya memang tegas membatasi siapa-siapa yang boleh membeli sehingga masyarakat terutama anak-anak tidak mudah mendapatkannya

    BalasHapus
  3. Setuju jika kontrol dimulai dari keluarga sendiri
    Bulan puasa lalu, bayi di sebelah rumahku meninggal. Bayi ini anak dari ART tetanggaku, ikut kerja karena memang Ibunya sudah lama kerja di situ. Sayang banget di usia yang masih berapa bulan terdiagnosa paru-parunya. Pasalnya di rumah tetangga ini ada 4 orang dewasa yang perokok berat. Jadi asap rokok sudah jadi keseharian yang dihirup ibu si bayi sejak ia dalam kandungan. Hiks
    Maka setuju jika ketegasan dari pengambil kebijakan tu perlu. Agar ga ada lagi bayi dan anak-anak juga siapa saja jadi korban rokok nantinya

    BalasHapus
  4. Ya, gimana ya. Rokok memang komuditi yang besar. Kalo stop penjualan rokok, juga nggak untung dari sisi ekonomi. Solusinya memang harus diawasi dan dibatasi penjualannya ya, Mbak. Menggunakan KTP untuk membeli rokok juga penting banget...

    BalasHapus
  5. Tangsel padahal sudah menjadi kota layak anak yaaa mba. Harusnya gak boleh ada lagi tuh spanduk, papan iklan, dan sponsorship dari perusahaan rokok.

    BalasHapus
  6. Memang sangat miris di sini. Siapapun bisa membeli rokok dengan mudahnya. Anak di bawah umur sekalipun. Seperti di Korea, saat saya tinggal di Jepang memang betul untuk merokok ini baru diperbolehkan kalau sudah memiliki KTP tanda mereka dewasa (21tahun). Semoga semakin banyak yang peduli tentang bebas rokok ini

    BalasHapus
  7. membayangkan anak-anak sudah merokok dan orang sekitar melihatnya biasa aja.
    bergidik saya, membayangkan apa yang akan dihadapi anak sendiri kelak.
    selalu berdoa agar anak-anak dapat menahan godaan teman-temannya.
    dan semoga anak-anak dapat teman-teman yang tidak merokok, aamiin ya Allah

    BalasHapus
  8. Setuju aku nih. Harus ada peraturan super ketaat biar anak2 ga bisa beli apalagi di warung2 kecil.
    Suka sebel sama warung2 yang tetap ngejual rokok sama anak kecil entah itu buat diri sendiri atau mungkin ayahnya.

    BalasHapus
  9. Bener mbak...sekarang tuh gampang banget lihat anak usia SD yang ngerokok :( miris euy ngelihatnya..

    BalasHapus

Hallo, mohon tidak komentar dengan link hidup ya 😉